Bulk Images

Diposting oleh:

Pentingnya Peranan Guru di Dunia Pendidikan

PENTINGNYA PERANAN GURU DI  DUNIA PENDIDIKAN

Oleh : Dewi Wulandari, S.Pd.I, MM

ABSTRAK

Pendidikan merupakan wahana ampuh untuk membawa bangsa dan negara menjadi maju dan terpandang dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia internasional. Upaya pengangkatan kualitas sumber daya manusia dan profesionalisme hanya dapat dilakukan melalui peningkatan mutu pendidikan nasional. Secara praktis, penigkatan mutu pendidikan merupakan suatu proses yang sinergis  dengan upaya peningkatan sumber daya manusia. UURI No. 20 tahun 2003 Ps. 1, butir 6 dan Pasal 40 ayat 2 ditegaskan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban a) menciptakan suasana yang bermakna; b) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Guru atau pendidik adalah tenaga yang profesional yang harus memiliki komitmen dan kompeten dalam melaksanakan tugasnya. Hakekatnya pendidikan merupakan proses membangun peradaban bangsa, dan pendidikan harus berarah pada konsep perubahan, menumbuhkembangkan anak-anak bangsa menjadi pribadi yang baik (beriman, bertakwa, berbudi pekerti luhur, memiliki nilai moral), mampu berkomunikasi, bergaul dengan baik, memiliki kecakapan hidup dan berbudaya. Mengingat pendidikan merupakan hal yang sangat penting oleh sebab itu pendidikan harus ditanamkan dalam pribadi anak sejak kecil melalui proses belajar. Dalam proses tersebut maka diperlukan guru yang dapat memberikan keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik, sehingga peserta didik mau belajar dengan sungguh-sungguh sesuai yang diharapkan.

Kata Kunci: Peran Guru, Pendidikan

 Pendahuluan

Sejak manusia ada di muka bumi ini dan peradabanya maka sejak itu pula sudah ada kegiatan pendidikan dan pengajaran. Namum ada perbedaan antara pendidikan masa sekarang dan masa lampau serta pendidikan itu akan terus berkembang sesuai perkembangan zaman dan kebutuhan hidup manusia. Perbedaan pendidikan tersebut terlihat jelas yaitu ketika masa lampau kegiatan pendidikan dilakukan pada kelompok-kelompok masyarakat yang sekarang sering kita sebut pendidikan non formal sedangkan kegiatan pendidikan pada jaman sekarang banyak dilakukan pada suatu lembaga pendidikan atau sekolah dan sering disebut dengan pendidikan formal.

Sesuai dengan fitrahnya manusia yang diberikan Allah SWT adalah adanya rasa ingin tahu ari dalam diri seseorang. Didorong rasa ingin tahu itulah sehingga manusia mau belajar. Islam mengajarkan kewajiban menutut ilmu dimulai dari buaian hingga keliang lahat. Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, baik ilmu dunia maupun akhirat, hal ini agar tiap-tiap muslim tidak picik serta agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia dalam batas-batas yang diridlai Allah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw:

barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya dan barang siapa yang ingin (selamat dan bahagia) di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula, dan barang siapa yang menginginkan kedua-duanya wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Dalam bahasa arab pendidikan adalah terjemahan dari kata al-tarbiyah yaitu proses menumbuhkan dan mengembangkan potensi yang terdapat pada diri seseorang. Selain itu kata tarbiyah juga berarti menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, memperbaiki (ashlaha), menguasai urusan, memelihara dan merawat, memperindah, memberi makna, mengasuh, memiliki, mengatur dan menjaga kelangsungan maupun eksistensi seseorang.[1]

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Purwadarminta mengartikan pendidikan sebagai cara mendidik, ilmu mendidik, pemeliharaan, latihan-latihan dan sebaginya.[2]

Dari pengertian tersebut di atas pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu saja namun diharapkan diharapkan peserta didik bisa merubah perilaku yang lebi baik dari sebelumnya, berakhlak mulia serta bisa bermanfaat bagi masyarakat dan bagi diri sendiri sehingga kelak bisa merintangi yang dihadapi dalam kehidupannya. Karena apabila pendidikan hanya menekankan pada otak atau pikiran saja namun tidak kepada moral sama halnya dengan menebarkan ancaman kepada masyarakat sehingga apa yang id harapkan tidak sesuai engan yang diinginkan.

Tantangan Pendidikan Pada Era Globalisasi

Globalisasi telah menghampiri seluruh rakyat di dunia dengan banyak membawa pengaruh pada seluruh umat manusia di dunia ini, baik pengaruh yang positif maupun pengaruh yang negatif. Dari sisi positif globalisasi adalah berada pada kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat. Sedangkan dampak negatifnya adalah kalau sampai kita menjadi obyek arus globalisasi tanpa mampu berbuat. Untuk itu perlu adanya persiapan mental untuk menghadapinya. Dalam era globalisasi tersebut maka dibutuhkan kemampuan untuk menjaring dan menyaring  segala pengaruh yang akan masuk dari berbagai kebudayaan belahan dunia.

Seiring dengan perkembangan zaman serta perkembangan teknologi dan informasi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kebudayaan dan pendidikan nasional Indonesia. Maraknya warnet yang muncul di tengah kehidupan masyarakat akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan pendidikan dan perilaku anak apabila para orang tua maupun masyarakat kurang peduli adanya perubahan tersebut. Sebagian besar merosotnya akhlak bangsa kita dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.

Kelemahan/ kekurangan dan pendidikan kemuduran sistem pendidikan yang mewarnai dunia pendidikan di tanah air kita selama ini antara lain:[3]

  1. Merebaknya budaya kekerasan dan anarkhisme di dalam lingkungan pendidikan kita yang tak juga mendapatkan jalan keluar. Kekerasan itu mengakibatkkan penderitaan baik psikologis maupun fisik dan hal itu banyak menimpa terhadap generasi penerus bangsa ini.
  2. Lingkungan pendidikan yang senag duit, yang kemudian melahirkan output mata duitan dan tidak bermoral. Mahalnya biaya pendidikan tentu saja tidak bisa diakses rakyat miskin yang juga betul-betul membutuhkan pendidikan yang bermutu. Lembaga pendidikan hanya memikiran bagaimana mendapatkan calon mahasiswa yang sebanyak-banyaknya namun tkurang memikirkan mutu pendidikan, yang akibatnya mencetak sarjana yang berijazah namun tidak memiliki kemampuan sehingga pengangguran menjadi meningkat.
  3. Ketidak jujuran dari pelaku pendidikan, sehingga seorang mahasiswa bisa lulus dengan membayar sejumlah uang tanpa melalui proses kuliah.
  4. Kurangnya keterkaitan organik antara skill yang dimiliki dengan kebutuhan di masyarakat.
  5. Pengajaran agama dan moral hanya sebagai ilmu pengetahuan teoristis belaka, bukan sebagai tuntutan akhlak spiritual yang harus diamalkan. Pendidikan seharusnya tidak hanya menonjolkan nilai-nilai akademik dan konigtif saja namun harus juga meliputi prilaku dan psikomotorik yang menyangkut kreativitas, inovasi dan keaktifan menyeluruh.
  6. Para wakil rakyat yang menaruh planning dan kebijakan yang sering irasional dan tak bermutu dalam membahas situasi pendidikan nasionalyang tidak memihak.

Untuk itu sebuah tantangan bagi lembaga pendidikan yang merupakan wadah perubahan sosial dituntut untuk mampu memainkan perannya secara dinamis dan proaktif. Kehadiranya yang diharapkan mampu membawa perubahan dan konstribusi yang lebih baik dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang. Para guru dan dosen harus menyadari dan harus memiliki rasa tanggung jawab guna meningkatkan kualitas pendidikan agar mampu mengatasi kemerosotan akhlak yang melanda bangsa ini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut tidak mudah namun bukan berarti tidak bisa dilakukan,  hal itu dikarenakan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi baik pengaruh globalisasi, krisis ekonomi, sosial, politik, budaya dan lain-lain. Maka guru dan dosen sebagai tenaga pendidik harus mampu menjalin komunikasi yang baik untuk melakukan pendekatan baik terhadap peserta didik, tokoh masyarakat maupun orang tua murid, karena tanpa melalui kerja sama yang baik perubahan yang diharapkan sulit untuk dilakukan sesuai dengan rencana.

Untuk mewujudkan harapan tersebut diharapkan masyarakt juga bisa berperan aktif di dalam komite sekolah sebagaimana  yang diatur dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada pasal 56 bahwa masyarakat dapat berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.  Selain tantangan diatas ada beberapa kelemahan pada managemen pendidikan, terutama sekolahan swasta. Pada kepengurusan sekolahan swasta pada umumnya lebih mengutamakan kekerabatan atau keluarga yayasan sehingga sering terjadi pengabaian mutu pendidikan, karena mereka lebih mengutamakan kebersamaan dari pada  profesionalitas. Contoh perguruan tinggi: adanya kerjasama kepengurusan kampus yang umumnya lebih mengutamakan kekerabatan atau keluarga di kampus. Contoh di sekolah, antara kepala sekolah dan bendahara adalah suami istri, begitu pula dari tenaga pengajarnya adalah anak-anaknya maupun kerabat terdekat. Hal,tersebut dapat mengakibatkan kurang berfungsinya  unsur-unsur manajemen secara baik yang pada akhirnya mengakibatkan program-program kampus dan sekolah menjadi terhambat. Maka dalam ini peran serta masyarakat dapat mengawasi terhadap manajemen lembaga pendidikan yang ada.

Lembaga pendidikan sebagai agen perubahan harus memiliki langkah-langkah positif untuk menghadapi era globalisasi ini, yang di antaranya adalah:

  1. Sekolah/kampus harus mampu menjadi medan ilmu yang harus terus melakukan pembaharuan yang berkesinambungan dan bersikap kritis terhadap model pendidikan yang diterapkan bagi mereka.
  2. Guru maupun dosen harus dibekali imu mendidik yang baik, profesional dan berkualitas, tidak hanya mengandalkan kemampuan konigtif, tetapi juga afektif dan psikomotorik.
  3. Memberi kesempatan kepada mahasiswa atau siswa untuk berkreativitas sesuai kemampuan dan berbuat sesuai dengan zamannya tetapi tetap mampu dikendalikan pada jalan yang benar.
  4. Menghilangkan dunia kekersan, pemaksaan pada lingkungan pendidikan, sehingga tidak menimbulkan ketegangan, ketakutan, traumatis yang menyebabkan ketidak percayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan nasional.

Pendidikan merupakan wahana ampuh untuk membawa bangsa dan negara menjadi maju dan terpandang dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia internasional. John Naisbit dan Particia Aburdence, mengatakan tepi Asia Pasifik telah memperlihatkan, negara miskin dapat bangkit tanpa sumber daya alam yang melimpah asalkan negara melakukan investasinya yang cukup dalam sumber daya manusia.Upaya pengangkatan kualitas sumber daya manusia dan profesionalisme hanya dapat dilakukan melalui peningkatan mutu pendidikan nasional. Secara praktis, penigkatan mutu pendidikan merupakan suatu proses yang sinergis  dengan upaya peningkatan sumber daya manusia. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan mutu pendidikan akan terjadi jika kualitas  sumber daya manusianya meningkat. Karena itu pendidikan selalu menjadi topik yang menarik untuk di perbincangkan.

Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana dan diupayakan untuk memungkinkan peserta didik bisa secara aktif mengembangkan potensi diri yakni mengembangkan potensi pikir (mental-intelektual), sosial, emosional, nilai moral, spiritual, ekonomikal (kecakapan hidup, fisikal maupun kultural, sehingga ia dapat menjalankan hidup dan kehidupannya sesuai dengan harapan serta dapat menjawab tantangan peradaban yang semakin maju.[4]

UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatakan bahwa : “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi dan bertanggung jawab”.

Namun rupanya apayang diinginkan, sebagaimana tersebut di atas masih jauh dari harapanhal ini berdasarkan dari data komparasi internasional menunjukan bahwa mutu pendidikan di Indonesia kurang menggembirakan . Human Defelopment Index (HDI) Indonesia menduduki 102 dari 105 negara yang disurvai, satu tingkat dibawah Vietnam. Survai the Polotical Economic Risk Colsultation (PERC) melaporkan Indonesia di peringkat 12 dari 12 negara yang di survai.Hasil studi the International Mathematics and Scince Study-Repeat (TIMSS-R 1999) melaporkan bahwa siswa SLTP Indonesia menempati peringkat 32 untuk IPA dan 34 untuk Matematika dari 38 negara yang survei di Asia, Australia, dan Afrika (Depdiknas, 2002). Hasil penelitian International Education Achievement (IEA) tentang kemampuan membaca Sekolah Dasar Indonesia masuk urutan  ke-38 dari 39 negara yang diteliti, kemampuan matematika siswa SLTP masuk urutan ke-39 dari 42 negara, kemampuan IPA berada pada urutan  ke-40 dari 42 negara peserta[5]

Selain itu, hampir setiap saat media massa dan elektronik mempertontonkan perilaku kekerasan, kejahatan, perselingkuhan dan korupsi yang seolah sudah menjadi budaya baik dalam lingkungan masyarakat biasa maupun pada kalangan pejabat pemerintah. Peristiwa tersebut menunjukan betapa rendah dan rapuhnya fondasi moral dan spiritual suatu bangsa. Sedangkan salah satu inti dari pendidikan adalah suatu penanaman nilai moral kepada peserta didik menjadi manusia beradab, seolah diabaikan.

Sering kita mendengar dan menyaksikan bagaimana para pelajar dan mahasiswa terlibat dalam perkelahian, video forno, narkoba dan perjudian, sehingga kita sulit mencari figur yang dapat diteladani, sedangkan para pelajar dan mahasiswa diharapkan kelak menjadi tulang punggung suatu bangsa. Keadaan demikian merupakan tantangan bagi dunia pendidikan.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas maka, masalah besar yang dihadapi oleh pendidikan nasional adalah masalah mutu, apabila mutu pendidikan tidak segera diperbaiki maka akan membawa pengaruh terhadap pembangunan bangsa. Oleh sebab itu masalah ini harus segera ditanggapi secara serius dan dipecahkan secara komprehensif dan terpadu demi suksesnya pendidikan yang juga berarti suksesnya pembangunan bangsa.Untuk menjawab tantangan tersebut peran para guru sangat penting karenadi pundak gurulah tertumpu harapan akan dapat memperbaiki situasi pendidikan kita. Hasil penelitian menunjukan bahwa 34% mutu pendidikan dipengaruhi faktor guru (di negara maju 36%). Sedangkan fakta pengelolaan 22%, sarana fisik 26%, dan waktu belajar 18%.[6]

Kenyataan dilapangan menunjukkan adanya berbagai masalah yang berkaitan dengan kondisi guru, diantaranya:adanya keragaman kemapuan dalam proses pembelajaran dan penggunaan pengetahuan; belum ada alat ukur yang akurat mengenai kemampuan guru; pembinaan yang dilakukan belum mencerminkan kebutuhan serta kesejahteraan guru yang belum memadai.

Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah munculnya oknum akademisi yang bisa menyulap ijazah strata 1 kependidikan tanpa mengikuti kuliah sama sekali. Menurut Seketaris Ditjen Pendis Kementerian Agama Republik Indonesia sebagaimana di rilis dalam website resmi kemenag RI, sekarang ini banyak guru yang tidak sibuk mengajar akan tetapi terlena dengan berkas-berkas sertifikasi.[7]

UURI No. 20 tahun 2003 Ps. 1, butir 6 dan Pasal 40 ayat 2 ditegaskan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban a) menciptakan suasana yang bermakna; b) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Guru atau pendidik adalah tenaga yang profesional yang harus memiliki komitmen dan kompeten dalam melaksanakan tugasnya.

Maka dengan tulisan ini diharapkankedepan pemerintah lebih serius dalam memperhatikan tentang permasalahan pendidikan, begitu pula diharapakan bagi para gurubisa bekerja lebih maksimal lagi, mengingat tugas guru tidak hanya bertugas untuk mengajar saja namun lebih dari itu. Seorang guru harus bisa menjadi sumber inspirasi buat siswanya.Untuk melakukan hal itu bukanlah hal yang mudah tetapi bukan tidak mungkin dilakukan, maka untuk mewujudkan semua itu  guru harus memiliki komitmen secara profesional untuk  mutu pendidikan, Guru juga harus bisa menjadi teladan bagi siswanya serta menjaga nama baik lembaga, profesi sebagai guru dan kedudukannya sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Hakekatnya pendidikan merupakan proses membangun peradaban bangsa, dan pendidikan harus berarah pada konsep perubahan, menumbuhkembangkan anak-anak bangsa menjadi pribadi yang baik (beriman, bertakwa, berbudi pekerti luhur, memiliki nilai moral), mampu berkomunikasi, bergaul dengan baik, memiliki kecakapan hidup dan berbudaya.

Mengingat pendidikan merupakan hal yang sangat penting oleh sebab itu pendidikan harus ditanamkan dalam pribadi anak sejak kecil melalui proses belajar. Dalam proses tersebut maka diperlukan guru yang dapat memberikan keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik, sehingga peserta didik mau belajar dengan sungguh-sungguh sesuai yang diharapkan.

Pada dasarnya orang tualah yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan pembetukan karakter anak namun hal ini sering dilimpahkan sepenuhnya kepada lembaga pendidikan sehingga kadang-kadang menjadi beban para guru. Untuk itu maka guru dan dosen bisa berperan sebagai:

  1. 1. Sebagai Pendidik

Guru dan dosen merupakan pendidik, tokoh, panutan serta identifikasi bagi para murid yang di didiknya serta lingkungannya. Oleh sebab itu, tentunya menjadi seorang guru harus memiliki standar serta kualitas tertentu yang harus dipenuhi. Sebagai seorang guru, wajib untuk memiliki rasa tanggung jawab, mandiri, wibawa, serta kedisiplinan yang dapat dijadikan contoh bagi peserta didik.

  1. Sebagai Pengajar

Kegiatan belajar mengajar akan dipengaruhi oleh beragam faktor di dalamnya, mulai dari kematangan , motivasi, hubungan antara murid/ mahasiswa dan guru/dosen, tingkat kebebasan, kemampuan verbal, ketrampilan guru dan dosen di dalam berkomunikasi, serta rasa aman. Jika faktor faktor tersebut dapat terpenuhi, maka kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Guru dan dosen harus dapat membuat sesuatu hal menjadi jelas bagi murid, bahkan terampil untuk memecahkan beragam masalah.

  1. Sebagai Sumber Belajar

Peran guru dan dosen sebagai sebuah sumber belajar akan sangat berkaitan dengan kemampuan guru untuk menguasai materi pelajaran/ mata kuliah yang ada. Sehingga saat siswa/ mahasiswa bertanya sesuatu hal, guru/dosen dapat dengan sigap dan tanggap menjawab pertanyaan murid dengan menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti.

  1. Sebagai Fasilitator

Peran seorang guru dan sebagai fasilitator adalah dalam memberikan pelayanan agar murid dapat dengan mudah menerima dan memahami materi-materi pelajaran. Sehingga nantinya proses pembelajaran akan menjadi lebih efektif dan efisien.

  1. Sebagai Pembimbing

Guru dan dosen dapat dikatakan sebagai pembimbing perjalanan, yang mana berdasar pengetahuan serta pengalamannya dan memiliki rasa tanggung jawab dalam kelancaran perjalanan tersebut. Perjalanan ini tidak hanya soal fisik namun juga perjalanan mental, kreatifitas, moral, emosional dan spritual yang lebih kompleks dan dalam.

  1. Sebagai Demonstrator

Guru dan dosen memiliki peran sebagai demonstator adalah memiliki peran yang mana dapat menunjukkan sikap-sikap yang bisa menginspirasi murid/mahasiswa untuk melakukan hal-hal yang sama bahkan dapat lebih baik.

  1. Sebagai Pengelola

Dalam proses kegiatan belajar mengajar, guru memiliki peran dalam memegang kendali atas iklim yang ada di dalam suasana proses pembelajaran. Dapat diibaratkan jika guru/dosen menjadi nahkoda yang memegang kemudi dan membawa kapal dalam perjalanan yang nyaman dan aman. Seorang guru/dosen haruslah dapat menciptakan suasana kelas menjadi kondusif dan nyaman.

  1. Sebagai Penasehat

Guru dan dosen berperan menjadi penasehat bagi murid/mahasiswa juga bagi para orang tua, meskipun guru tidak memiliki pelatihan khusus untuk menjadi penasehat. murid/mahasiswa akan senantiasa akan berhadapan dengan kebutuhan dalam membuat sebuah keputusan dan dalam prosesnya tersebut membutuhkan bantuan guru/dosen. Agar guru/dosen dapat memahami dengan baik perannya sebagai penasehat serta orang kepercayaan yang lebih dalam maka sudah seharunya guru mendalami mengenai psikologi kepribadian.

  1. Sebagai Inovator

Guru dan dosen menerjemahkan pengalaman yang didapatkannya di masa lalu ke dalam kehidupan yang lebih bermakna untuk murid/mahasiswa yang di didiknya. Tugas guru /dosen adalah untuk menerjemahkan pengalaman serta kebijakan yang berharga ke dalam bahasa yang lebih modern yang mana dapat diterima oleh murid-murid/mahasiswanya.

  1. Sebagai Motivator

Proses kegiatan belajar mengajar akan berhasil jika murid/mahasiswa yang ada di dalam nya memiliki motivasi yang tinggi. Guru/dosen memiliki peran yang penting untuk menumbuhkan motivias serta semangat di dalam diri siswa/mahasiswanya dalam belajar.

  1. Sebagai Pelatih

Proses pendidikan serta pembelajaran tentunya membutuhkan latihan ketrampilan, entah itu dalam intelektual ataupun motorik. Dalam hal ini guru dan dosen akan bertindak sebagai pelatih untuk mengembangkan ketrampilan tersebut. Tanpa adanya latihan maka tentunya seorang guru/dosen tidak akan mampu dalam menunjukkan penguasaan kompetensi dasar serta tidak mahir dalam ketrampilan ketrampilan yang sesuai dengan materi standar.

  1. Sebagai Elevator

Setelah proses pembelajaran berlangsung, tentunya seorang guru dan dosen harus melakukan evaluasi pada hasil yang telah dilakukan selama kegiatan pembelajaran tersebut. Evaluasi ini tidak hanya untuk mengevaluasi keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan dalam kegiatan belajar mengajar. Namun juga menjadi evaluasi bagi keberhasilan guru/dosen di dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.[8]

  1. Sebagai perekayasa pembelajaran

Guru dan dosen sebagai sosok analisis, pengambil keputusan, perencana, pelaksana, managerleader, dan evaluator pembelajaran. Jika divisualisasikan, maka rekayasa pembelajaran dan tindak belajar siswa adalah sebagai berikut:[9]

Pejelasan bagan:

  1. Guru/dosen sebagai pendidik melakukan rekayasa pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku
  2. Siswa sebagai pembelajar dalam rangka mengubah perilaku melalui pengalaman belajar
  3. Guru/dosen menyusun perencanaan pembelajaran untuk membelajarkan siswa
  4. Guru/dosen menyelenggarakan kegiatan pembelajaran
  5. Guru/dosen melakukan tindak mengajar dengan maksud membelajarkan siswa sesuai tujuan
  6. Siswa melakukan tindak belajar dalam rangka memperoleh pengalaman belajar dan mengubah perilaku sesuai dengan tujuan
  7. Gambaran hasil belajar siswa setelah dilakukan penilaian. Hasil belajar siswa yang merupakan hasil dari sebuah rekayasa pembelajaran terdapat dua dampak: a) dampak pembelajaran wujudnya adalah perubahan tingkah laku yang dapat diukur, sedangkan b) dampak pengiring, yakni perubahan perilaku yang tidak dapat diukur langsung, tetapi sifatnya “transfer of learning” dan sangat dimungkinkan memberi pengaruh terhadap hal-hal yang bersifat “afeksi”.

Apabila peran-peran tersebut bisa sepenuhnya diterapkan dalam praktek belajar mengajar maka, tidak menutup kemungkinan apa yang menjadi tujuan pendidikan dapat tercapai. Mengingat beratnya tanggung jawab guru dan dosen dan keterbatasan kemampuan seorang guru dan dosen yang berbeda-beda maka diharapkan para peserta didik untuk sering mengikuti berbagai acara seminar atau worshop.

DAFTAR FUSTAKA

  1. 1. Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Prenada Media, cet. I, Jakarta, 2006, hlm. 10-11\
  2. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, hlm. 250
  3. Nanik Rubiyanto dan Haryanto, S.S., Strategi Pembelajaran Holistik Di Sekolah, Prestasi Pustaka, Oktober 2010, hlm. 3-4
  4. Didi Supriadie, Deni Darmawan, Komunikasi Pembelajaran,PT. Remaja Rosdakarya, Cet. I Bandung, 2012 hlm.1
  5. Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup, Alfabeta, Bandung, 2012 hlm. 2

6.Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Agustus 2012, hlm.6

7.Hidayat Muslih,Guru Sertifikasi Versus Guru Inspiratif,Radar Banten, Rabu 2 Desember 2015hlm.2

  1. https://dosenpsikologi.com/peran-guru-dalam-proses-pembelajaran Senin 27/07/2020;

[1]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu  Pendidikan Islam, Prenada Media, cet. I, Jakarta, 2006, hlm. 10-11

[2]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, hlm. 250

[3]Nanik Rubiyanto dan Haryanto, S.S., Strategi Pembelajaran Holistik Di Sekolah, Prestasi Pustaka, Oktober 2010, hlm. 3-4

[4]Didi Supriadie, Deni Darmawan, Komunikasi Pembelajaran,PT. Remaja Rosdakarya, Cet. I Bandung, 2012 hlm.1

[5]Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup, Alfabeta, Bandung, 2012 hlm. 2

[6]Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Agustus 2012, hlm.6

[7] Hidayat Muslih,Guru Sertifikasi Versus Guru Inspiratif,Radar Banten, Rabu 2 Desember 2015hlm.2

[8]https://dosenpsikologi.com/peran-guru-dalam-proses-pembelajaran Senin 27/08/2018; 11.00

[9]Ibid Didi Supriadie, hlm. 13-14

Bagikan:

Berikan Komentar

Chat Kami
1