
SARESEHAN “MENGGUGAH NILAI JUANG PARA PAHLAWAN DALAM MANIFESTASI HUBBUL WATHON MINAL IMAN”.
DISAMPAIKAN OLEH : KH. BAKRONI LATAR, S.Pd.I, Lc, MM (MUDIR PONPES PERADABAN DAAR EL HASANAH)
DALAM ACARA PERINGATAN HARI PAHLAWAN YANG DISELENGGARAKAN OLEH PK PMII STAI ASSALAMIYAH, JAWILAN, SERANG.
JAWILAN, 11 NOPEMBER 2017
Mencintai negara sebagian dari Iman”, ungkapan ini diyakini oleh sebagian umat muslim sebagai hadis Nabi, terlepas benar-benar sudah menyelidiki dengan mendalam atau tidak. Tapi, mari kita berdialektika sekilas bagaimana ungkapan yang diyakini sebagai hadis ini tertanam dalam pemikiran masyarakat, sebagai contoh Indonesia.
Urusan mencintai negara (bahasa Arab: hubbu-l-wathan) adalah bagian yang paling esensial dari kampanye nasionalisme. Nasionalisme tidak sekedar menjadi pembicaraan dan ideologi, tapi sejak berdirinya negara-negara, nasionalisme juga terwujud didalam sistem administratif negara. Warga Negara Indonesia sudah pasti berkewarganegaraan Indonesia jika ia lahir di negara ini, dan kedua orangtua berkewarganegaraan yang sama, dalam hukum kewarganegaraan lazim disebut ius soli. Sementara yang mengikuti keturunan asal orang tua, meski tidak lahir tidak di negeri asalnya, disebut ius sanguinis.
Bahkan, sebelum ada prinsip-prinsip administratif di atas, nasionalisme sebenarnya sudah ada secara kultural. Ikatan seorang dengan negeri asalnya adalah bagian dari bentuk-bentuk institusi sosial. Institusi sosial ini akan terus menguat, jika ada semangat yang sama untuk maju atau menyelesaikan sebuah masalah. Masyarakat yang notabene-nya santri misalnya, sebelum kemerdekaan mereka sudah mendengung-dengungkan hubbul wathan minal iman sebagai jargon melawan penjajahan.
Ada yang berpendapat bahwa slogan cinta tanah air awal nya itu asli fatwa dan Jargon dari KH Hasyim Asy’Ari pendiri NU, jargon Cinta Tanah Air ulama Indoensia ini tidak dimiliki ulama ulama dinegara manapun termasuk Timur Tengah.
Kemudian K.H. Zainal Mustafa dari Tasikmalaya misalnya, menjadikan ini sebagai prinsip bagi para santrinya untuk melawan tindak tanduk penjajah. K.H. Wahab Hasbullah dari Jombang, menggubah ungkapan ini kedalam sebuah syair yang disuarakan untuk menyemangati rakyat melawan penjajah, pada peristiwa 10 November 1945 di Surabaya (kemudian dijadikan Hari Pahlawan).
Nasionalisme Indonesia yang digelorakan KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah, KH. Zainal Mustafa mereka bukanlah nasionalis sekuler, tapi benar benar keluar dari hati yang beriman. Sehingga yang muncul nasionalisme religious- religius nasionalis. Para alim ulama dalam ranah ke NUan, meski mereka memakai sarung, pakai sorban, mereka tetap menggelorakan cinta tanah air, khusus KH. Wahab Hasbullah beliau menggubah semangat juang tersebut lewat lagunya Ya Ahlal Waton.
Menyoal Frasa Hubbul Wathan minal Iman
As-Sakhawi dalam al-Maqāshid al-Hasanah menyatakan bahwa ungkapan ini bukanlah hadis. Tidak hanya Sakhawi, ungkapannya ini disepakati oleh seluruh ulama, diantaranya al-‘Ajluni dalam karyanya yang berjudul Kasyf al-Khafā, dan al-Albani (ulama wahabi) dalam Silsilah al-Ahādits al-Mawdhu’ah. Mula al-Qāri dalam al-Asrār al-Marfu’ah menyitir sejumlah pendapat untuk menjelaskan redaksi ini, mulai dari perkataan kalau itu adalah ungakapan Nabi Isa As., perkataan sebagian ulama salaf, hingga mereka yang tidak memberikan pendapat apa-apa soal ungkapan ini.
Masih adanya ragam penilaian menunjukkan setidaknya dua hal penting. Pertama, dengan segala perdebatan yang ada soal otensitisitas, ungkapan ini nampaknya sudah populer sejak zaman dahulu. Bahwa tidak menutup kemungkinan kalau orang beriman juga mencintai tanah kelahirannya. Justru, lewat kecintaan tanah kelahiran, persatuan antara orang beriman semakin kuat, karena mereka juga terikat oleh ikatan tanah kelahiran, meski mungkin keyakinan keagamaan mereka berbeda-beda. Kedua, para ulama melihat ungkapan ini tidak terlalu bertentangan dengan dasar ajaran agama. Rupanya ada sejumlah hadis yang mengisyaratkan tentang kecintaan orang beriman pada tanah airnya.
Misalnya hadis yang diriwayatkan Ibn Abi Hatim:
حَدَّثَنَا أَبِي، ثنا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، قَالَ: قَالَ سُفْيَانُ، فَسَمِعْنَاهُ مِنْ مُقَاتِلٍ مُنْذُ سَبْعِينَ سَنَةً، عَنِ الضَّحَّاكِ، قَالَ:”لَمَّا خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَكَّةَ فَبَلَغَ الْجُحْفَةَ اشْتَاقَ إِلَى مَكَّةَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَيْهِ الْقُرْآنَ ” لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ ” إِلَى مَكَّةَ”.
“Dari al-Dhahhāk, beliau berkata: ketika Rasulullah Saw. keluar dari kota Mekkah, lalu sampai di al-Juhfah (tempat diantara Mekkah dan Madinah), beliau rindu dengan Mekkah, maka Allah Swt. Menurunkan ayat: “… sungguh (Allah) akan mengembalikanmu ke tempat kembali (yaitu ke Mekkah).”
Hadits yang diriwayatkan Ibn Abi Hātim al-Rāzi didalam tafsirnya ini, diamini oleh banyak penafsir al-Qur’an, seperti al-Thabathabā’i, Ibn ‘Asyur, dan Sayyid Quthub sebagaimana yang dijelaskan Quraish Shihab di dalam tafsir al-Mishbah.
Fenomena yang terjadi saat ini, sebenarnya menunjukkan kalau mencintai negara itu punya andil besar, dalam menjaga keberlangsungan kehidupan dan pelaksanaan ajaran agama, yang didasari oleh keimanan. Pelajaran dari kearifan para tokoh bangsa ketika menjadikan ungkapan ini (boleh jadi diyakini sebagai hadis), adalah sarana meningkatkan semangat juang rakyat, harus kita teladani dan ambil semangatnya pada hari ini. Memakmurkan dan mengelola muka bumi ini (termasuk kampung halaman) adalah bagian dari ajaran Islam, yaitu mensyukuri pemberian nikmat hidup di dunia ini, dengan bekerja mencari nafkah yang halal, terlebih mahasiswa/ para pelajar harus lebih giat lagi dalam belajar nya untuk keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat.
Memang, tanah air tidak hanya soal tanah kelahiran, atau kampung. Mula al-Qari misalnya menambahkan kalau al-wathan juga memiliki tafsiran makna akhirat. Karena kita semua akan kembali ke “kampung” akhirat, maka pantaslah kalau kita merindukannya.
Ala Kulli Hāl, perdebatan apakah ungkapan ini hadis atau bukan tidak menjadi inti permasalahan. Meskipun bukan hadis, secara makna rupanya ia tidak bertentangan dengan semangat ajaran Islam untuk memakmurkan dan menegakkan keadilan bumi yang telah Allah ciptakan bagi manusia. Syekh Al-‘Amiri, seorang ulama hadis ketika menjelaskan kedudukan jargon hubb al-wathan ini,
إِذَا أَردْتَ أن تَعْرف الرَّجل فانظُر كيف تَحَنُّنُه إلى أوطانه وتشوقه إلى إخوانه وبكاؤه على ما مضى من زمانه.
“Jika engkau ingin mengetahui tentang (cara pandang) seseorang, maka lihatlah bagaimana ia merindukan tanah kelahirannya, kecintaanya kepada handai taulannya, dan tangisannya terhadap apa yang telah dilakukannya pada masa lalu.”
Kesimpulan Saresehan :
Hubbul Waton Minal Iman itu bentuk Nasionalis Religius Islam di Indonesia. Negara Indonesia berdiri dengan semangat Nasional. Hal itu merupakan salahsatu domin tidak ada Kiai NU di Indonesia mengajarkan radikalisme dan membuat bom, Ulama NU di kampung, di desa, mereka semua membentuk karakter Bangsa.
“Kalau semangat Nasional, keluar dari hati yang beriman, maka implik-implik : era globalisasi, pasar bebas asia, era informasi yang sangat mudah dan cepat nya berbagai info dan isu lewat media sosial, apapun itu Insyallah kita sebagai Bangsa Indonesia masih punya jati diri, saya yakin kepribadian bangsa Indonesia era seperti apapun tidak akan bisa menghancurkan bangsa Indonesia selagi kita semua masih tetap bertekad dan beramal sholih dengan amalan Hubbul Wathon Minal Iman yaitu dengan cara melestarikan tradisi budaya yang dimiliki bangsa Indonesia.
Tradisi nenek moyang sebelum islam dan yang kemudian dilestarikan, setelah datang Islam. Karena tradisi budaya di Indonesia itu diisi dengan syariat Islam. “Mari kita pertahanan budaya bangsa lewat PMII dengan mengacu pada penjelasan tadi maka Insyallah bangsa kita tidak akan runtuh dengan budaya globalisasi saat ini.
Organisasi yang sudah meninggalkan budaya, mereka akan merusak kesatuan bangsa Indonesia contoh nya di timur tengah yang kini hancur peradabannya,karena tidak punya ukhuwah wathoniyah, Cinta tanah air,”. Wallahu A’lam.
Sumber Referensi :
- http://www.muslimedianews.com/2016/03/hubbul-wathan-minal-iman-hadis-atau.html
- http://www.nu.or.id/post/read/68797/kiai-said-cinta-tanah-air-penjaga-bangsa-dari-perpecahan