Bulk Images

Diposting oleh:

BAHAN MATERI PELATHAN KADER DASAR II (PMII) STAI ASSALAMIYAH 2020

PETA GERAKAN ISLAM : Pengertian, Posisi NU dan PMII, Pengertian Tradisional dan Konservatif dan Peta Gerakan Islam di Indonesia.

Oleh : Bakroni Latar

Pengertian dan Posisi NU

Nahdlatul Ulama merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, berakhlak mulia, tentram, adil dan sejahtera. Posisi Nahdlatul Ulama adalah sebagai Jam’iyah Diniyah atau organisasi keagamaan. Sebagai organisasi keagamaan Islam Nahdlatul Ulama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang memegang teguh prinsip persaudaraan (Ukhuwah) dan tasamuh (toleransi). Hidup berdampingan baik sesama umat Islam maupun sesama warga negara yang mempunyai keyakinan atau agama lain.

Nahdlatul Ulama didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 oleh para kiai ternama dari Jawa Timur, Madura, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Sedangkan Fungsi utama Nahdlatul Ulama yaitu sebagai wadah perjuangan para ulama dan pengikut-pengikutnya. Sebagai organisasi yang membangun fungsi pendidikan, Nahdlatul Ulama berusaha menciptakan warga negara yang menyadari hak dan kewajiban terhadap bangsa dan negara.

Adapun dasar-dasar pemikiran Nahdlatul Ulama yaitu berdasarkan  faham keagamaannya kepada sumber-sumber ajaran Islam ( Al-Qur’an, As-Sunah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas), dan untuk memahami atau menafsirkan Islam dari sumber-sumbernya tersebut Nahdlatul Ulama mengikuti faham Ahlussunah Wal Jama’ah dan menggunakan jalan pendekatan (Al-Madzhab).

Nahdlatul Ulama mengikuti pendirian bahwa Islam adalah agama yang fithri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimiliki oleh manusia. Faham keagamaan yang dianut oleh Nahdlatul Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai yang baik yang sudah ada dan menjadi ciri-ciri suatu kelompok manusia seperti suku maupun bangsa, dan tidak bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut.

 Pengertian dan Posisi PMII

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan yang besandar atas komitmen keislaman dan keindonesiaan yang terus bercita-cita mewujudkan Indonesia kedepan menjadi lebih baik. PMII didirikan oleh kalangan muda Nahdlatul Ulama di Surabaya pada tanggal 21 Syawal 1379 H bertepatan dengan 17 April 1960. PMII merupakan perpanjangan tangan Nahdlatul Ulama, baik secara struktural maupun fungsional. PMII bertujuan untuk mendidik kader-kader bangsa dan membentuk pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, terampil,cerdas dan siap mengamalkan ilmu pengetahuannya dengan penuh tanggung jawab.

Nama PMII disusun dari empat kata yaitu Pergerakan, Mahasiswa, Islam, dan Indonesia. Makna pergerakan yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari makhluk yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. Pergerakan dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada didalam kualitas kekhalifahannya. Sebagai sebuah organisasi Islam PMII berpandangan bahwa nilai-nilai keislaman (Religionitas) dan keindonesiaan (Nation State) merupakan perwujudan kesadaran sebagai insan muslim Indonesia. Sedangkan kerangka keagamaan berdasarkan atas nilai keadilan, kebenaran, toleransi, moderat dan kemanusiaan.

Adapun visi dari PMII yaitu dikembangkan dari dua landasan utama, yaitu visi ke-Islaman dan visi kebangsaan. Visi ke-Islaman yang dibangun oleh PMII adalah visi ke-Islaman yang inklusif, toleran dan moderat. Selanjutnya visi kebangsaan PMII yaitu mengidealkan satu kehidupan kebangsaan yang demokratis, toleran dan dibangun diatas semangat bersama untuk mewujudkan keadilan bagi segenap warga bangsa tanpa terkecuali.

Sedangkan misi dari PMII merupakan manifestasi dari komitmen ke-Islaman dan Ke-Indonesiaan, dan sebagai perwujudan kesadaran beragama, berbangsa, dan bernegara. Dengan kesadaran ini, PMII sebagai salah satu pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan bertangguung jawab mengemban komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spritual maupun material dalam segala bentuk.

Pengertian dan perbedaan tradisionalis dan konservatif

Secara etimologi, tradisional berarti kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang telah dilakukan oleh pendahulu, dan memandang masa lampau sebagai otoritas dari segala bentuk yang telah mapan. Kaum tradisionalis adalah mereka yang pada umumnya di identikkan dengan ekspresi islam lokal, serta kaum elit kultur tradisional yang tidak tertarik dengan perubahan dalam pemikiran serta praktek islam.

Sementara itu, tradisionalisme adalah paham yang berdasar pada tradisi. Lawannya adalah modernisme, radikalisme, dan fundamentalisme. Dengan demikian tradisionalisme adalah bentuk pemikiran atau keyakinan yang berpegang pada ikatan masa lampau dan sudah dipraktekkan oleh komunitas agama.

Konservatif   adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Latin‘’Conservare’’ yang artinya melestarikan, menjaga, memelihara dan mengamalkan. Karena berbagai budaya memiliki nilai-nilai yang mapan dan berbeda-beda, kaum konservatif di berbagai kebudayaan mempunyai tujuan yang berbeda-beda pula. Jadi orang yang dinamakan  konservatif  adalah orang yang tidak mau melakukan perubahan karena khawatir mempunyai dampak yang tidak baik terhadap dirinya maupun lingkungan. Sebagian pihak konservatif berusaha melestarikan status kuno, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau.

Adapun Perbedaan Tradisionalis dan konservatif adalah sebagai berikut:

Ciri-ciri Tradisionalis

  1. Eksklusif (tertutup) atau fanatic sempit, tidak mau menerima pendapat, pemikiran dan saran dari kelompok lain (terutama dalam bidang agama). Hal ini dikarenakan mereka mengganggap bahwa kelompoknya yang paling benar.
  2. Tidak dapat membedakan antara hal-hal yang bersifat ajaran dengan yang non ajaran. Dengan ciri demikian, islam tradisionalis mengganggap semua hal yang ada hubungannya dengan agama sebagai ajaran yang harus dipertahankan
  3. Berorientasi Islam tradisionalis menilai bahwa berbagai keputusan hukum yang diambil oleh para ulama di masa lampau merupakan contoh ideal yang harus diikuti.
  4. Cenderung tekstualis-literalis. Cenderung memahami ayat-ayat Al-Qur’an secara tekstual tanpa melihat latarbelakang serta situasisosial yang menyebabkan ayat-ayat Al-quran tersebut diturunkan,
  5. Cenderung kurang menghargai waktu
  6. Cenderung tidak mempersalahkan tradisi yang terdapat dalam agama.
  7. Cenderung lebih mengutamakan perasaan dari pada akal
  8. Cenderung bersifat jabariyah dan teosentris, yaitu sikap pasrah, patuh dan tunduk pada Tuhan diiringi dengan keyakinan bahwa segala sesuatu jika Tuhan mengizinkan akan
  9. Kurang menghargai ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
  10. Jumud dan statis. Jumud adalah pikiran dimana tak bias melihat sesuatu yang ada lebih luas lagi, dengan demikian islam tradisionalis cenderung tidak mau mengikuti perubahan dan mempertahankan apa-apa yang dipandangnya sudah baik sejak dahulu.

Ciri-ciri Konservatif

Menurut Mahmud Arif, aliran konservatif adalah aliran pendidikan yang mempunyai kecenderungan keagamaan yang sangat kuat, bahkan bisa menimbulkan implikasi sebagai berikut:

  1. Memaknai ilmu hanya terbatas pada pengetahuan tentang Tuhan. Tujuan pengetahuan adalah pengenalan Tuhan dan pemahaman terhadap perintah dan larangan-Nya.
  2. Memprioritaskan jenis pengetahuan yang diyakini bisa menunjang keluhuran moral dan kebahagiaan di akhirat.
  3. Menganggap ilmu hanya untuk ilmu. 

 Peta Gerakan Islam Indonesia

Peta Gerakan Islam Indonesia sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari sejarah masuknya agama Islam di negeri ini. Marshall G.S. Hodgson membagi sejarah peradaban Islam kedalam tiga periode, yaitu Periode Klasik antara abad VII sampai X Masehi, Periode Pertengahan antara abad X sampai XV Masehi dan Periode Modern yang berlangsung antara abad XVI sampai XX Masehi.

Menurut Hodgson Periode Pertengahan merupakan periode yang harus dilalui masyarakat muslim dengan penuh kegelapan. Setelah Berjaya dengan meraih supremasi dan dominasi di dunia internasional pada Periode Klasik, masyarakat muslim harus berhadapan dengan berbagai permasalahan yang menyebabkan kemundurannya. Kondisi masyarakat muslim pada periode ini tidak lebih berkembang dari kondisi masyarakat Barat pada Periode Klasik.

Setelah era Wali Songo, lahirlah ulama-ulama Nusantara yang sangat terkenal yang mewarisi tokoh Islam sebelumnya, seperti Nuruddinar Raniri, Abdur Rouf al Sinkili, Muhammad Yusuf al Makassari, Kiai Ageng Hasan Besari, Syaikh Mutamakkin, Sayyid Sulaiman, Kiai Jamsari, Syaikh Muqayyim. Yang kemudian diteruskan oleh Ulama Haramain (al Jawwi) yang bermukim di Makkah diantaranya, Syaikh Muhammad Nawawi al Bantani (Banten)  dan Syaikh Ahmad Khatib al Minang kabawi (Minangkabau) yang memberikan pesan-pesan dan dorongan kemerdekaan bangsa Indonesia untuk lepas dari belenggu penjajah, sebab umat Islam tidak akan bebas beribadah dengan cara merebut kemerdekaan, yang kemudian generasi Ulama al Jawwi itu mempunyai murid KH Muhammad Kholil Bangkalan (Madura), KH. Ahmad Dahlan, dan KH Muhammad Hasyim Asy’ari (Jombang) sebagai generasi abad 19 M. yang kemudian dilanjutkan generasi ulama pesantren sampai sekarang.

Corak keislaman Indonesia sejakawal dipengaruhi oleh Kerajaan Turki Otoman yang dipimpin oleh Sultan Ahmad Tsani yang bekerjasama dengan Ibnu Sa’ud, Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad Abduh. Kemudian Sultan mengutus Syaikh Maulana Malik Ibrahim, Syaikh Samarkand, Syaikh Jumadil Qubro, dan Syaikh Jafar Shadiq. Namun ketika ulama utusan dari kerajaan Otoman ketanah Jawa, kerajaan Turki hancur di serang Inggris dan Perancis yang bekerjasama dengan Ibn Sa’ud. Ibnu Sa’ud mempunyai guru yang bernama Muhammad bin Abdul Wahab yang kemudian alirannya disebut Wahabiyah dan negaranya bernama Saudi Arabia yang dinisbatkan pada Ibnu Sa’ud.

Paham Wahabiyah juga tidak dapat dibendung untuk masuk kedalam Indonesia. Masalah pokok yang menjadi sumber ketegangan sesungguhnya bukanlah substansi dari nilai ajaran Islam, tetapi lebih menunjuk kepada aspek khilafiyah, seperti soal taqlid, upacara kematian, tahlil dan talqinushalli dan sebagainya atau isu yang terkenal kala itu adalah TBC (tahayyul, bid’ah dan churafat). Fenomena inilah yang kemudian menjadi salah satu sebab atau motivasi kenapa Nahdlatul Ulama (NU) harus berdiri pada tahun 1926.

Setelah NU berdiri, ketegangan di kalangan umat Islam Indonesia bukan tidak ada, tetapi berpindah dari ranah cultural keranah politik. Dijelaskan oleh Djohan Effendi (2010), sejak pembentukannya pada tahun 1926, NU menempati posisi sentral dan memainkan peranan penting di kalangan masyarakat santri, terutama di pedesaan. Ia menunjukkan kemampuan membangkitkan kesadaran kolektif umat Islam Indonesia, terutama di bidang agama, sosial, kebangsaan, pendidikan dan lain sebagainya.

Wallahua’lam,,,,

File PPT Peta Gerakan Islam : Download Disini

Bagikan:

Berikan Komentar

Chat Kami
1