Bulk Images

Diposting oleh:

Membangun Karakter Anak Melalui Sekolah dan Keluarga

MEMBANGUN KARAKTER ANAK MELALUI SEKOLAH DAN KELUARGA

Oleh : Iin Sarini

Pada sebuah museum di Konstantinopel terdapat koleksi benda kuno berupa lempengan tanah liat berasal dari tahun 3800 SM, yang bertuliskan: We haven fallen upon evil time and we world has waxed very old and wicked. Politics are very corrupt. Children are no longer respectful to their parents. Maka yang terkandung dalam tulisan tersebut adalah kita mengalami zaman edan dan dunia telah diliputi kemiskinan dan kejahatan. Politik sangat korupsi. Anak-anak sangat tidak hormat kepada orang tuannya.[1]

Hal tersebut di atas telah dialami bangsa Indonesia sekarang ini korupsi dan kenakalan anak semakin tinggi. Lebih-lebih lagi di era globalisasi yang berada dalam dunia terbuka ikatan nilai-nilai moral mulai melemah. Masyarakat mengalami multikrisis yang dimensional, dan krisis yang dirasakan sangat parah adalah krisis nilai-nilai moral.

Banyaknya lembaga pendidikan seolah tidak mampu mengatasi masalah tersebut. Maka apabila permasalahan tersebut tidak segera diatasi akan menjadi permasalahan bangsa yang akan menjadi ancaman bagi kita semua.

Karena ukuran yang paling penting dalam sebuah bangsa bukanlah kesejahteraan ekonominya, kejeniusan teknologinya, ataupun kekuatan militernya, namun yang menjadi ukuran bagi bangsa yang beradap yang paling penting adalah karakter rakyatnya.

Sementara UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas meyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berangkat dari hal tersebut di atas, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum  yang mengarah kepada watak  dan budi pekerti generasi muda memiliki landasan yuridis yang kuat. Namun hal itu baru disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menimpa di semua lapisan masyarakat tanpa kecuali terhadap anak-anak usia sekolah. Ancaman inilah yang mendorong lembaga pendidikan memberikan pendidikan karakter terhadap mahasiswanya melalui Mata Kuliah Pendidikan nilai.

Melalui Pendidikan Nilai ini diharapkan agar Mahasiswa sebagai anggota masyarakat mampu menghadapi tantangan ditengah-tengah masyarakat sehingga dalam hidupnya mempunyai, makna dan memiliki nilai serta mampu bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri, masyarakat serta mampu bertanggungjawab dihadapan Tuhannya.

Pendidikan nilai dimaksudkan untuk mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, disiplin dan kerja sama yang menekankan ranah afektif (sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah psikomotorik (keterampilan). Seseorang dikatakan berkarakter apabila telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.

Tentu saja untuk watak siswa tersebut tidak bisa dilakukan oleh pihak sekolah saja namun perlu adanya kerja sama yang baik antara: sekolah, tokoh masyarakat, maupun pihak keluarga (orang tua).

Menurut kemendiknas pembangunan karakter merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dam Pembukaan UUD 1945 yang dilatarbelakagi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan bdihayatinya nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya  kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa.

Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter serta mengatasi permasalahan bangsa ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila”.[2]

Munculnya gagasan program pendidikan karakter di Indonesia bisa dimaklumi, dikarenakan proses pendidikan dirasakan belum berhasil dalam membangun manusian Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal. Hal ini terlihat banyaknya lulusan lembaga pendidikan (Indonesia) termasuk sarjana yang pandai dan mahir dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi tidak memiliki mental yang kuat, bahkan mereka cenderung amoral.

Keterlibatan keluarga (orang tua) adalah idikator utama bagi keberhasilan untuk pengembangan karakter sehingga anak memiliki nilai di lingkungan masyarakatnya. Penyusunan saran dan penilain diri harian merupakan pendekatan yang paling efektif untuk melihat perubahan watak anak dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang tua, karena anak lebih banyak waktunya berkumpul dengan keluarga dibandingkan waktu di sekolah.

Menginggat pendidikan karakter ini sangat penting maka pendidikan karakter harus dimulai sejak dini. Karakter anak-anak yang terbentuk sejak dini akan sangat menentukan karakter bangsa di kemudian hari. Usia anak disebut sebagai usia emas (golden age), berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% varialibitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Pada usia dini inilah hendaknya keluarga (orang tua) mulai menanamkan karakter anak dengan cara-cara:

  1. Mengajarkan hidup sederhana yang artinya hidup yang sesuai dengan kondisi norma yang berlaku di masyarakat. Orang yang mempunyai kebiasaan hidup sederhana, cenderung memiliki tingkat kepedulian sosial yang lebih tinggi dibangdingkan ia yang memiliki gaya hidup glaamour (mewah). Orang yang hidupnya sederhana menyadari bahwa hidupnya bersama orang lain dan hendaknya peduli terhadap orang lain juga, sebaliknya orang yang yang hidupnya glamour memiliki kebiasaan untuk memenuhi kepuasan pribadinya tanpa meperdulikan orang disekelilingnya.
  2. Membiasakan bersyukur, berterima kasih kepada Tuhan atas segala apa yang diberikan kepadanya, serta tidak menafikan atau meremehkan Tuhan, artinya tidak menganggap apa yang mereka peroleh semata-mata hasil kerja kerasnya. Rasa syukur harus selalu kita lakukan karena manusia ciptaan Tuhan yang paling berharga serta memiliki rupa yang paling baik dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya.

Thomas Lickona (seorang profesor pendidikan dari Cortland University) mengungkapkan bahwa ada 10 tanda zaman yang kini terjadi, yang perlu diwaspadai karena dapat membawa bangsa menuju jurang kehancuran, yaitu:

  1. Meningkatnya kekerasan di kalagan remaja/masyarakat;
  2. Pengunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk/tidak baku;
  3. Pengaruh peer-group (geng) dalam tindak kekerasan, menguat;
  4. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas;
  5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk;
  6. Menurunya etos kerja;
  7. Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru;
  8. Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan kelompok;
  9. Membudayanya kebohongan/ketidakjujuran;
  10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian

Pendidikan karakter dewasa ini sangat di perlukan di karenakan saat ini Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak bangsa. Karakter di sini adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang , bepikir, bersikap dan bertindak. Berbagai permasalahan yang melanda bangsa be­la­kangan ini ditengarai karena jauhnya kita dari karakter. Jati diri bangsa seolah tercabut dari akar yang sesungguhnya. Se­hingga pendidikan karak­ter menjadi topik yang hangat di bicarakan belakangan ini.Menurut Prof Suyanto Ph.D dalam web yang penulis akses, karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mem­pertang­gungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Berbicara tentang pembentukan karakter ini tentu orang tua khususnya seorang ibu mempunyai peran yang sangat besar. Sosok ibu bisa dikatakan sebagai kunci keberhasilan anak dalam upaya mencari jati dirinya. Cara merawat, mendidik  yang diberikan ibu akan mempengaruhi anak untuk mencapai sebuah kebehasilannya. Klo kita cermati keluarga bisa dijadikan pondasi dalam sebuah keberhasilan seseorang, bahkan untuk membangun  sebuah negarapun kita belajar dari sebuah keluarga. Hal ini karena suatu masyarakat terbentuk oleh suatu kelompok keluarga dan sauatu Negara terbentuk dari kumpulan sekelompok masyarakat maka kuatnya suatu Negara tentu tidak lepas dari kuat tidaknya suatu masyarakat, kuatnya masyarakat tidaknya tidak telepas dari kuatnya tidaknya sekompok keluarga.

Artinya disini jika ada keluarga yang sakit tentu akan berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dan Negara.

Islam lebih memandang keluarga sebagai factor utama komonitas muslim. Kemajuan peradaban masyarakat Ialam akan lahir dari sebuah keluarga yang cemerlang, jika keluarga gagal dalam mempersiapan generasi muda, maka semua umat Islam secara keseluruhan akan mengalami kemunduran.[3]  Untuk itu dalam membentuk pemerintahan yang baik hendaklah memposisikan keluarga sebagai tempat utama pembentukan generasi yang kuat. Dalam mewujudkan itu tentu harus menyiapkan keluarga sebagai tempat yang aman, sehat dan nyaman bagi interkasi antara orang tua dan anak. Baqir Sharif al-Qarashi mengatakan bahwa para ibu merupakan sekolah-sekolah paling utama dalam pembentukan karakter atau kepribadian anak. Hal ini tentu ibu yang baik adalah seorang ibu yang mampu menciptakan anak menjadi anak yang baik pula. Nabi bersabda bahwa surga ada di telapak ibu maka ibu bisa dikatakan mempunyai tanggung jawab besar terhadap masa depan anaknya.

Keluarga merupakan suatu lembaga sosial yang paling besar perannya bagi kesejahteraan dan kelestarian anggota-anggotanya, terutama anak-anak. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat penting dalam mendidik anak-anaknya. Untuk menciptakan pendidikan terhadap anak maka ibu wajib memiliki watak yang dapat dijadikan teladan bagi anaknya serta mampu memotivasi anak bagi kelangsungan hidup anaknya. Peranan ibu untuk memenuhi kebutuhan anak ini perlu dilakuan dari mulai dalam kandungan bahkan hingga dewasa seorang ibu masih sangat dibutuhkan. Kebutuhan anaka yang tidak hanya kebutuhan makan, minum dan pakaian saja, namun lebih dari itu terutama kebutuhan psiskis dan spiritual, maka keluarga perlu memberi kebebasan terhadap anaknya untuk berinteraksi maupun berkomunikasi secara terbuka.

Keluarga harus memberikan atau memuaskan kebutuhan anak secara wajar dan bertanggungjawab, tidak berlebihan maupun kurang, karena pemenuhan anak yang terlalu berlebihan atau kurang juga akan menimbulkan kepribadian yang tidak baik pula. Dalam memenuhi kebutuhan psikis anak keluarga harus mampu menciptakan situasi yang aman dan mampu memberikan keteladan yang baik bagi anak-anaknya. Perasaan aman akan membawa anak mudah dalam mengatasi persoalan mereka serta keteladan orang tua bisa dijadikan filter anak dalam menerima pengaruh dari lingkungan lain. Orang tua yang dapat memberikan ketelanan yang baik terhadap anaknya, akan menjadikan anak untuk mengambil nilai-nilai, maupun prilaku dari orang tuanya.

Ada contoh keberhasilan seorang anak dalam didikan ibunya, yaitu: Thomas Alva Edison yang pernah ditolak oleh sekolah karena dianggap tidak mampu menerima pelajaran dari sekolah, yang pada akhirnya dibawah didikan seorang ibunyalah akhirnya dia dikenal oleh dunia sebagai seorang ilmuwan bahkan hasil temuanya bisa kita nikmati sampai sekarang yaitu lampu pijar. Berkat motivasi ibunyalah itulah akhirnya mendorong Alva Eddison dalam semangat dalam belajar. Sikap ibu yang penuh kasih sayang itu dapat memberi kesempatan pada anak untuk memperkaya pengalaman, menerima serta menghargai dari berbagai bentuk perbedaan. Interksi yang dilakukan antara anak dan orang tua dengan positif dapat membangkitkan keterburukan menjadi suatu keberhasilan. Kemampuan anak untuk mengerti kekurangan maupun kelebihannya akan merupakan dasar bagi keseimbangan mentalnya. Jadi dengan mengenali dan memahami kekurangan dan kelebihan anak, seorang ibu justru dapat lebih mudah guna mengarahkan dan membina apa yang menjadi bakat serta cita-cita anaknya itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Alfabeta, Bandung 2014

http://iwanhafidzzaini.wordpress.com/2016/06/10/ibu-sebagai-kunci-kesuksesan-anak/

https://jihadilmiah.blogspot.com>2017/04

[1] Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspectif Perubahzn, Bumi Aksara, Jakarta 2011, Cet. Ketiga, hlm. 1

[2] Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Alfabeta, Bandung 2014, hlm. 26

[3] http://iwanhafidzzaini.wordpress.com/2016/06/10/ibu-sebagai-kunci-kesuksesan-anak/, Jum’at 05/03/2021, 10;38 WIB

Bagikan:

Berikan Komentar

Chat Kami
1